Senyumnya yang Hilang


Senyumnya yang Hilang

Momen-momen membosankan dalam kehidupan kampus kini telah ku rasakan, deadline proposal yang mulai memeningkan kepala atau projek kelompok yang menghabiskan banyak waktu. Bagiku yang sama sekali tidak tertarik dengan keramaian, terlibat dalam diskusi kelompok seperti ini tentu saja bukanlah hal yang menyenangkan.
            Disalah satu sudut di gedung kampus ku, aku tengah duduk melingkar bersama teman kelompokku untuk membahas salah satu projek akhir bersama. Aku yang saat itu duduk menghadap pintu masuk maupun keluar gedung membuatku bisa melihat siapapun yang berlalu lalang disana.
            Saat aku sedang bosan-bosannya berkutat dengan diskusi kelompok yang semakin panas, aku mendengar sebuah langkah berirama yang sangat ku kenal. Langah yang akhir-akhir ini jarang sekali kutemui. Pemilik langkah itu sesekali terdengar tertawa kecil entah dengan siapa. Saat aku melihat ke pintu, pemilik langkah berirama itu menatapku sejenak membuatnya hampir menabrak seseorang yang hendak keluar gedung. Ia menghindar sebisanya, wajah merahnya semakin terlihat merah. Aku menahan senyum, bukankah akan terlihat aneh bagi teman kelompok ku jika aku tersenyum tanpa sebab. Sayangnya pemilik langkah itu tak lama tinggal, ia berlalu setelah tertawa sejenak bersama temannya.
            Dia, wanitaku itu, kini sedang sibuk-sibuknya menjadi ketua pelaksana sebuah even besar di jurusan kami, maklum jika ia nampak semakin kurus dan kusam. Barangkali ia tak begitu memperhatikan dirinya sendiri akhir-akhir ini. Namun meski begitu wajah polosnya tak pernah berubah, selalu saja membuatku tenang sejak aku mengenalnya dua tahun silam.
            Begitu melihatnya, entah mengapa aku jadi bisa kembali fokus pada diskusi kelompokku. Tapi sepertinya ia tak sampai sana menggodaku hari ini, tengah fokus mendengarkan pendapat dari salah satu temanku, aku dikejukan kembali oleh tingkah kekanakannya. Ia entah dari mana dan oleh sebab apa, berlarian di lorong kelas sambil tesenyum. Lagi-lagi ia membuatku tersenyum hanya karena tingkah naturalnya.
            Hari itu, untuk pertama kalinya di semester ini aku jadi sering sekali melihatnya. Untuk pertama kalinya juga ia menyapaku dengan senyumnya yang sudah sejak lama hilang dan ku rindukan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamu adalah Kemarau